PISCES Adalah AKU

Kamis, November 24, 2011 | 1 komentar »

Manusia ikan. Terlahir saat kosmik di bawah naungan Neptunus. Bermula dari konstelasi Pisces, bersimbol ikan kembar yang konon titisan Aphrodite dan puteranya, Eros. Mereka merubah diri, menghindari serangan murka Thypon. Berenang menyelami sungai Eufrat, mencari titik teraman.
 

Begitulah takdirku, si manusia ikan. Seperti telah ditahbiskan untuk lahir di buai dewi cinta dengan segala kerunyamannya. Nampak fisik, aku seperti orang biasa. Tak bersisik, pula berinsang. Hidupku tak tenggelam di dasar air, bertetangga dengan sebangsa kerang. Entah, aku sendiri bingung mendefinisikan. Kadang sesuatu berjalan seperti yang dipahami, namun enggan dibagi. Semuanya bungkam dalam diam. Hanya kau dan kosmik yang tahu, kalian terkoneksi dalam kungkungan garis super aneh yang disajikan semesta.


Aku selalu gagal dalam percintaan. Salah. Bukan gagal. Hanya tak pernah mencapai kata sepakat seperti selayaknya akhir mufakat. Ikan yang bosan ditaruh dalam akuarium sedang. Baginya, ia tak menjanjikan kebebasan. Ia ingin loncat, protes pada tuannya. Karena jika dibiarkan berangsur lama, ia mati merana. Sebuah opsi menggiurkan, sebuah kolam tenang dengan berbagai atribut mahal. Bebatuan koral, tetumbuhan air seharga jutaan, makanan enak impor dari Jepang. Dan si ikan cuma perlu berenang. Melenggokkan tubuhnya tanda menggoda tatkala dipandang mata manusia. Setia pada tuannya. Bersedia memanjakan sampai siripnya tertangkup kaku dan badannya mengambang.


http://weheartit.com/entry/15708684
Namun sayang, ia menolak. Ia bukan ikan pajangan yang butuh disaksikan dari luar kolam. Ia ikan pengembara yang tak tahu di mana akan bermuara. Samudera adalah tempat yang diimpikan, meski sama sekali bukan tujuan. Tetapi dari sanalah terwujud segala yang didamba. Kebebasan. Kemajemukan. Berbagai hal yang mampu menempanya, mengenyahkan segala kefanaan yang ada.


Si ikan memilih menuju samudera. Berenang bebas dalam kubikan air tak terhingga. Ia sudah menolak segala bentuk kenyamanan klise yang tersuguh sebelumnya. Menunjuk samudera untuk merengkuhnya dalam dekapan. Dekapan yang buas. Ia tetap menerjang meski tahu mungkin tak ada tujuan. Samudera menawarkan kebebasan, tapi tidak untuk tujuan. Tak ada yang tahu pasti. Mungkin sejarah hidupnya akan terhenti di sela taring hiu muda. Tinggal secuil daging tersisa. Semakin lama, arti hidup semakin mengerucut. Ia dan segala pernik di dalamnya termasuk cinta, tak sesederhana tujuan. Yang cuma bertumpu pada satu titik. Hidup itu proses, seperti garis linier panjang tak berujung. Sakit, senang, sedih, perih…datang silih berganti. Dinamisasi, bukan stagnasi. Namun Tuhan menyediakan keringanan. Kesempatan untuk memilih. Apakah kita ingin tinggal di akuarium atau kolam selamanya, dengan segala kenyamanan fana. Dengan begitu kita tak bisa melihat dunia yang sesungguhnya. Atau berenang ke arah samudera. Mencari sendiri hakikat kehidupan. Menjadi saksi atasnya. Meski karenanya, kita harus siap lenyap. Menelan mentah- mentah kesengsaraan. Bertaruh untuk segenggam kebahagiaan.
 
 
Aku, si manusia ikan. Yang terbelenggu dalam konstelasi Pisces. Tertawan saga sang Aphrodite.

1 komentar

  1. endang // Kamis, Maret 22, 2012 2:23:00 AM  

    NICE :)